PRIVACY LAWS DI INDONESIA DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 5.0

Abstract

Tulisan ini berupaya mengkaji secara kritis kerangka tata kelola data pribadi di Indonesia dalam menghadapi era 5.0. Dampak Revolusi Industri 5.0 memerlukan adanya penyesuaian terhadap kerangka regulasi tata kelola data di Indonesia. Kerangka penetapan standar regulasi data yang berkembang di Amerika Serikat (digital privacy laws), Uni Eropa (GPDR), dan Tiongkok (PIPL) selama ini dianggap masih mengonseptualisasikan data sebagai sumber daya dan aset ekonomi yang menghasilkan pendapatan. Penelitian ini berargumen bahwa pemerintah Indonesia juga menerapkan metafora konsep “data sebagai sumber daya” dalam kerangka kebijakannya. Mengadopsi metafora konsep semacam ini melanggengkan dimensi ekonomi dari kolonialisme data, yang melibatkan pemerintah dan perusahaan-perusahaan teknologi besar yang mengambil keuntungan dengan mengekstraksi dan memonopoli data masyarakat, tidak jarang dengan melanggar hak privasi individu dan menimbulkan societal harm dan konsekuensi negatif terhadap demokrasi. Selain itu, Tulisan ini berargumentasi bahwa untuk memerangi kolonialisme data, penekanan Indonesia terhadap kedaulatan data tidak boleh hanya terfokus pada kedaulatan negara namun juga pada masyarakat yang menghasilkan data. Berfokus pada kedaulatan masyarakat atas datanya berarti memperhatikan karakteristik sosial data dan menjauhkan landasan kebijakan dari metafora konsep “data sebagai sumber daya”. Terakhir, Pemerintah juga diharapkan dapat membangun otoritas PDP yang independen untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan data pribadi dan mendorong akselerasi transformasi digital yang berkesinambungan. Revolusi Industri 5.0 juga menimbulkan kesadaran diperlukannya keseimbangan antara perlindungan privasi dan perdagangan digital yang efisien.

Kata Kunci: Revolusi Industri 5.0, Tata Kelola Data, Kolonialisme Data, Kedaulatan Data, Data sebagai Sumber Daya